Entri Populer

3 Jan 2011

Perubahan UU Parpol Penuh Muatan Kepentingan Politisi, Tidak Untuk Rakyat

Sabtu, 1 Januari 2011 15:47:37

Pengamat parlemen dari Indonesian Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi menyatakan, perubahan UU paket politik yang telah maupun sedang digodok di parlemen, sarat dengan kepentingan politik dan bisa menghambat tumbuh kembang partai baru.

UU paket politik terdiri dari tiga komponen. Pertama, perubahan UU No. 2 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Kedua, perubahan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Ketiga, perubahan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Dari ketiga komponen tersebut, revisi UU Partai Politik berhasil diselesaikan oleh DPR pada masa sidang kemarin.


"UU tentang Partai Politik menghambat munculnya partai baru dan menghalangi hak warga negara untuk mendirikan parpol," kata Ahmad.


Hal itu, menurutnya, terlihat dari syarat pendirian parpol, di mana parpol harus dibentuk oleh paling tidak 30 WNI yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah, di seluruh propinsi di Indonesia.


"Itu berarti 30 WNI dikali 33 propinsi di Indonesia, hasilnya sama dengan 940. Jadi, dibutuhkan minimal 940 orang untuk mendirikan parpol baru," jelas Ahmad.


Ia melanjutkan, revisi UU Penyelenggaraan Pemilu juga penuh dengan kepentingan politik dari partai-partai yang menggodoknya.


"Substansi paling penting dalam perubahan UU Penyelenggaraan Pemilu yaitu tentang pelibatan parpol di KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu," beber Ahmad.

Ia menyatakan, UU Penyelenggaraan Pemilu mencoba mengkooptasi penyelenggaraan pemilu dengan memasukkan unsur parpol ke dalam pihak penyelenggara pemilu.


"Kalangan parpol boleh menjadi anggota KPU dan Bawaslu, meskipun calon yang berasal dari parpol harus mengundurkan diri lebih dulu dari partainya saat mendaftar," terang Ahmad.


Khusus untuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, semua parpol yang ada di DPR bahkan secara otomatis menempatkan seorang wakilnya di sana.


Sementara komponen terakhir dari UU paket politik, yakni revisi UU Pemilu, baru akan dibahas pada masa sidang DPR mendatang. Namun tensi politik dari UU ini sudah mulai terasa dari sekarang.

"Penyederhanaan parpol yang akan masuk ke DPR menjadi isu sentral dalam UU ini. Fraksi-fraksi di DPR saling tarik-menarik mengenai usulan besaran PT (Parliamentary Treshold)," kata Ahmad lagi.


Fraksi besar mengusulkan angka PT di atas 5 persen, sedangkan fraksi kecil cenderung ingin mempertahankan angka 2,5 persen seperti pada Pemilu 2009 lalu. Ahmad menjelaskan, PT dianggap sebagai instrumen untuk menyederhanakan parpol. Padahal, menurutnya, PT memiliki konsekuensi besar. "PT yang terlalu besar berpotensi menghilangkan suara konstituen dan mematikan kompetisi parpol," tandas Ahmad.

Pada akhirnya, ia mengkhawatirkan hal tersebut akan memunculkan oligarki segelintir parpol dalam peta perpolitikan tanah air. "Dari tiga komponen UU paket politik itu, jelas sekali terlihat kepentingan parpol yang coba disisipkan di dalam perubahan UU," ujar Ahmad menarik kesimpulan.

Anggota Komisi II dari Fraksi Golkar, Taufik Hidayat, mengatakan bahwa Golkar menginginkan peningkatan PT untuk kepentingan penataan sistem politik di tanah air.

"Membentuk partai adalah kebebasan rakyat. Tapi kebebasan itu perlu penataan untuk kepentingan yang lebih besar," ujarnya secara terpisah. (zai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimah kasih atas kunjungannya......