Entri Populer

21 Des 2010

Demokrasi Terancam, Kepala Daerah Terpilih Hasil Dagang Sapi Parpol


Senin, 20 Desember 2010 13:16:57

Jakarata ( GP ) Politik dagang sapi istilah yang sudah lapuk dan usang yang digunakan sejak digulirkannya pemilu pertama 1999. Partai politik bermunculan seiring terbukanya kebebasan berserikat dan berkumpul. Banyak kesan buruk selama kran demokrasi  tumbuh bebas di negeri ini, tentu tanpa menapikan kemajuan demokrasi di bidang politik  yang disebut-sebut sebagai Negara demokrasi ke tiga  setelah Amerika  dan India.
Di satu sisi kebabasan menyatakan pendapat sangat dihargai dan tumbuh suburnya partai politik makin mematangkan bangsa ini untuk bersedia menerima prinsip universal Hak Asasi Manusia  (HAM), di sisi lain, liberalisasi politik yang disertai berbagai bentuk perangkat perundang-undangan system pemilu dan partai politik pun tak mampu membuat Negara ini bangun dari berbagai krisis. Kemiskinan terus bertambah, harga bahan pokok meningkat, pengangguran dari tahun ke tahun terus membludak, sementara ketersedian lapangan pekerjaan tak mencukupi.
Singkatnya demokrasi yang diterapkan selama ini haya mampu melahirkan para petualang dan broker kekuasaan ketimbang ikut berperan aktif  mengurangi beban penderitaan rakyat. Demokrasi hanya dimiliki para pemain kekuasaan yang korup, bertujuan untuk menjarah uang Negara hasil pajak jutaan rakyat Indonesia. Lihat saja betapa mirisnya pesta demokrasi lokal di berbagai daerah.
Partai  politik berlomba mendukung calon kepala daerah dengan harapan mendapat setoran hasil barter. Tentunya kita mengharapkan keterpilihan kepala daerah murni dukungan rakyat. Namun kenyataannya, keterlibatan parpol dalam  pemilu kada tak banyak manfaat  untuk perkembangan demokrasi lokal. Justru keberadaan parpol  makin memperburuk stabilitas politik. Karena kedauluatan tak lagi murni di tangan rakyat tapi dikendalikan para broker politik.
Diperburuk lagi maraknya transaksi material yang terjadi  pada saat pemilihan kepala daerah . ini jelas mengaburkan dan menghilangkan subtansi  otonomi daerah yang menyejahterakan rakyat dengan memanfaatkan seluas-luasnya segala kekayaan dan potensi daerah. Partisipasi politik masyarakat  tersandera oleh maraknya perebutan kekuasaan dan pertarungan para elite lokal.
Banyak kalangan yang mempertanyakan kesiapan mayarakat lokal menerima otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung, pertanyaannya adalah siapa yang tiak siap? Partai politiknya atau masyarakat? Bahkan penyelenggara pemilu kada seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang belum siap menyelenggarakan pesta politik lokal? Tentu sudah banyak potret buram penyelenggaraan Pemiluka  di beberapa daerah yang berlangsung tragis. Apa yang harus kita harapkan dari penyelenggarakan kualitas demokrasi lokal yang demikian buruk? (dar/ga)

1 komentar:

  1. mungkin memperbaiki sistemnya dulu mualai dari yang pusat hingga yang daerah agar bisa tercapai cita-cita bangsa, daerah khususnya....

    BalasHapus

terimah kasih atas kunjungannya......